Cari Blog Ini

Selasa, 24 April 2012

Revolusi Birokrasi


 Optimis itu seperti iman. Kadang naik kadang turun. Tergantung dari situasi luar dan kekuatan internal kita. Salah satu karakter kejiwaan kita. Dia independen terhadap kondisi badaniyah. Rntah miskin, kaya, lagi tumbuh, lagi drop, lagi sakit maupun sehat. Orang sakit, miskin, muka jelek, bisa punya optimisme dalam hidupnya. Itu menunjukkan keadilan Tuhan.
Orang jualan di pasar, tukang bakso, tukang tambal ban, sopir angkot, pencari rongsok adalah orang-orang yang paling optimis. Mereka kalau tidak optimis tidak akan jualan. Karena, sudah pesimis bakalan rugi karena tidak laku. Jauh lebih besar optimismenya daripada orang-orang yang pasti digaji bulanan yaitu orang-orang yang sering berteriak-teriak tentang keberhasilan-keberhasilan dan optimisme-optimisme negara ini ke depan.
Mestinya dengan mudahnya pemerintah itu menggerakkan optimisme-optimisme para individu pejuang-pejuang kehidupan yang tidak tahu makan apa hari esok karena terbatasnya sumber rezeki menjadi optimisme bangsa. Optimisme bangsa akan mengobarkan semangat kehidupan bangsa dan rakyatnya untuk maju. Tapi, kenapa tidak terjadi.
Padahal tidak sedikit pemerintah melakukan kampanye-kampanye keberhasilan selama ini. Mendorong optimisme ke depan bahwa Indonesia akan maju. Kenapa yang terjadi hanya ‘onani’ optimisme saja.
Di tatanan riil yang terjadi adalah sebaliknya. Pesimisme meraja lela. Pemerintah, entah oknum, banyak oknum maupun lembaga, yang harusnya menambah optimisme rakyatnya, justru sebaliknya membuat pesimis mereka semua. Diizinkan mal-mal dan peritel besar membangun sembarangan, diizinkan angkot-sngkot dengan jumlah yang tak terkendali karena miliknya/ temennya, urusan pelayanan publik seperti membuat SIM, KTP, paspor dipersulit kecuali membayar.
Pengusaha tulen yang hidupnya dari usahanya harus bersaing ketat dengan para pengusaha sampingan yang dilakukan para pegawai. Para pegawai itu sudah tidak fokus kepada kerjanya serta mempersulit dengan menambah persaingan para pengusaha tangguh yang hidup mati dari usahanya.
Kuncinya adalah melakukan revolusi birokrasi bukan lagi reformasi birokrasi. Perubahan besar-besaran di birokrasi harus dilakukan. Budaya melayani rakyat, memberi contoh kerja keras, memiliki sifat yang tidak rakus, bersih terhadap keinginan korupsi, dan semua itu tidak perlu biaya banyak. Dengan kampanye besar-besaran ke para birokrasi semua lini serta dilakukan reward-punishment yang tegas.

Tidak ada komentar:

Total Tayangan Halaman