Cari Blog Ini

Minggu, 18 Maret 2012

Memakai Celana di atas mata kaki?


Seorang mahasiswa perguruan tinggi di Surabaya mempertanyakan, apakah bila kita memakai celana harus di atas mata kaki atau harus ditinggikan di bawah lutut? Pertanyaan ini disampikannya terkait anjuran sekelompok umat Muslim di Indonesia bagi kaum laki-laki untuk memakai celana yang tinggi, hampir di bawah lutut. Kelompok ini sudah berkembang di kampus-kampus.

Sepanjang yang kami ketahui, praktik memakai celana di atas mata kaki, ini merujuk pada suatu hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abu Hurairah. Bahwa Rasulullah SAW bersabda,
مَا أسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الْإزَارِ فَفِيْ النَّارِ

Sarung (celana) yang di bawah mata kaki akan ditempatkan di neraka

Dari hadits tersebut para ulama berpendapat bahwa sunnah memakai pakaian tidak melebihi kedua mata kaki. Sebagian ulama bahkan mengharamkan mengenakan pakaian sampai di bawah mata kaki jika dimaksudkan lil khulayah atau karena faktor kesombongan. Hal ini juga didasarkan pada hadits lain riwayat Al-Bukhari dari Ibnu Umar. Rasulullah SAW bersabda,
 
لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ

Allah tidak melihat orang yang merendahkan pakaiannya dengan penuh kesombongan.

Tentunya ini sesuai dengan konteks saat itu, bahwa merendahkan pakaian atau memakai pakaian di bawah lutut di daerah Arab waktu itu adalah identik dengan ria’ dan kesombongan.
Nah, secara fiqhiyah, atau menurut para ulama fikih, hadits ini difahami bahwa kain celana atau sarung di atas mata kaki dimaksudkan supaya terbebas dari kotoran atau najis. Artinya masalikul illat atau ihwal disunnahkan mengangkat celana adalah untuk menghindari najis yang mungkin ada di tanah atau jalanan yang kita lewati.
Berdasarkan ketentuan fikih ini, menurut kami, kita dipersilakan memakai pakaian sebatas mata kaki, tidak harus di atasnya, selama kita bisa memastikan akan bisa menjaga celana kita dari kotoran dan najis, misalnya dengan memakai sepatu atau sandal atau mengangkat atau menekuk celana kita pada saat jalanan hujan atau basah.

Perlu direnungkan bahwa berpakaian adalah bagian dari budaya. Dalam Islam kita mengenal istilah tahzin atau etika dalam berpenampilan yang selaras sesuai dengan adat lingkungan setempat. Kita dipersilakan mengikuti tren pakaian masa kini asal tetap mengikuti ketentuan yang wajib yakni untuk laki-laki harus menutupi bagian tubuh dari mulai pusar hingga lutut.
KH Arwanie Faishal

Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU

marijuana

Selama lebih dari 3000 tahun, banyak orang di Afrika dan Asia yang menggunakan ganja dalam berbagai bentuk sediaan, ada yang dikonsumsi dalam bentuk rokok, terkadang dicampur dengan tembakau, ada pula yang dicampur dengan daging dendeng atau dioplos dalam minuman. Menyadari bahaya dari dampak yang dapat ditimbulkan akibat penggunaan ganja, maka berdasarkan Undang - undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, Pemerintah menetapkan ganja (bersama opium (beserta aneka turunannya), kokain, heroin dan beberapa jenis narkotika lainnya) termasuk dalam Narkotika Golongan I (satu) yang artinya hanya boleh digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan sama sekali tidak boleh digunakan dalam terapi apapun karena berpotensi sangat tinggi untuk mengakibatkan ketergantungan. Ganja memiliki banyak istilah di kalangan para pemakai atau junkies seperti cimeng, rasta, ulah, gelek, buda stik, pepen, hawai, marijuana, dope, weed, hemp, hash (hasish), pot, joint, sinsemilla, grass, dan ratusan nama jalanan lain yang tersebar di seluruh dunia untuk penamaan ganja. Sama seperti istilahnya, ganja juga banyak tersebar di berbagai belahan negara lain, utamanya di negara - negara yang beriklim tropis dan sub tropis seperti misalnya di Indonesia, India, Nepal, Thailand, Laos, Kamboja, Kolombia, Jamaika, Rusia bagian Selatan, Korea, dan Amerika Serikat (Iowa). Ganja yang dalam bahasa Latin dinamakan cannabis, mempunyai beberapa bentuk daun seperti tembakau yang berwarna hijau, ada yang berjari lima, tujuh, atau sembilan buah daun dalam setiap batang daunnya. Pada penelitian terakhir tentang ganja, ditemukan ada 3 (tiga) jenis tanaman ganja yaitu : Cannabis Sativa, Cannabis Indica, dan Cannabis Ruderalis. Ketiga jenis tanaman ganja itu semuanya memiliki kandungan THC (Tetra Hydro Cannabinol) yang berbeda - beda tingkat kadarnya untuk setiap jenisnya. Jenis Cannabis Indica mengandung THC paling banyak, disusul jenis Cannabis Sativa, dan jenis Cannabis Ruderalis mengandung THC paling sedikit. THC sendiri adalah zat psikoaktif yang berefek halusinasi dan ini terdapat dalam keseluruhan pada bagian tanaman ganja, baik daunnya, rantingnya, ataupun bijinya. Karena kandungan THC inilah, maka setiap orang yang menyalahgunakan ganja akan terkena efek psikoaktif yang sangat membahayakan. Sedemikian berbahayanya unsur THC dalam ganja itu, sehingga untuk orang yang baru pertama kali menyalahgunakan ganja saja, akan segera mengalami intoksikasi (keracunan) ganja yang secara fisik yaitu : jantung berdebar (denyut jantung menjadi bertambah cepat 50% dari sebelumnya), bola mata memerah (disebabkan pelebaran pembuluh darah kapiler pada bola mata), mulut kering (karena kandungan THC mengganggu sistem syaraf otonom yang mengendalikan kelenjar air liur), nafsu makan bertambah (karena kandungan THC merangsang pusat nafsu makan di otak), dan tertidur (setelah bangun dari tidur, dampak fisik akan hilang). Secara psikis, penyalahgunaan ganja juga menyebabkan dampak yang cukup berbahaya seperti timbulnya rasa kuatir (ansienitas) selama 10 - 30 menit, timbulnya perasaan tertekan dan takut mati, gelisah, bersikap hiperaktif (aktifitas motorik mengalami peningkatan secara berlebihan), mengalami halusinasi penglihatan (dalam bentuk kilatan sinar, warna - warni cemerlang, amorfiaq, bentuk - bentuk geometris, dan wajah - wajah para tokoh. Juga bisa dalam bentuk tanggapan pancaindera visual dan pendengaran tanpa adanya rangsangan, seperti melihat orang lewat padahal tidak ada orang lewat, mendengar suara padahal tidak ada suara), mengalami perubahan persepsi tentang waktu dan ruang (misalnya, satu meter dipersepsi sepuluh meter, sepuluh menit dipersepsi satu jam), mengalami euphoric (rasa gembira berlebihan), tertawa terbahak - bahak tanpa sebab (tanpa rangsangan yang patut membuat orang tertawa), banyak bicara (merasa pembicaraannya hebat), merasa ringan pada seluruh tungkai badan, mudah terpengaruh, merasa curiga (tapi tidak menimbulkan rasa takut, bahkan cenderung menyepelekan dan menertawakannya), merasa lebih menikmati usik, mengalami percaya diri berlebihan (merasa penampilan dirinya paling hebat walau kenyataannya sebaliknya), mengalami sinestesia (misalnya, melihat warna kuning setiap kali mendengar nada tertentu), dan mengantuk lalu tertidur nyenyak tanpa mimpi setelah mengalami halusinasi penglihatan selama sekitar 2 (dua) jam. Bagaimana dengan penyalahgunaan ganja dalam dosis rendah dan sedang? Dampaknya juga sama berbahayanya, seperti mengalami hilaritas (berbuat gaduh), mengalami oquacous euphoria (euphoria terbahak - bahak tanpa henti), mengalami perubahan persepsi ruang dan waktu, berkurangnya kemampuan koordinasi, pertimbangan, dan daya ingat, mengalami peningkatan kepekaan visual dan pendengaran (tapi lebih ke arah halusinasi), mengalami conjunctivitis (radang pada saluran pernafasan), dan mengalami bronchitis (radang pada paru - paru). Pada penyalahgunaan ganja dengan dosis tinggi, dampak yang diakibatkan adalah seorang penyalahguna ganja akan mengalami ilusi (khayalan), mengalami delusi (terlalu menekankan pada keyakinan yang tidak nyata), mengalami depresi (mental mengalami tekanan), kebingungan, mengalami alienasi (keterasingan), dan halusinasi (terkadang, juga disertai gejala psikotik seperti rasa ketakutan dan agresifitas). Bahaya penyalahgunaan ganja secara teratur dan berkepanjangan juga berakibat fatal berupa gangguan fisik dan gangguan psikis. Gangguan fisiknya antara lain : mengalami radang paru - paru, mengalami iritasi dan pembengkakan saluran nafas, mengalami kerusakan pada aliran darah koroner dan beresiko menimbulkan serangan nyeri dada, beresiko terkena kanker lebih tinggi (karena daya karsinogenik yang terdapat pada ganja jauh lebih tinggi dari pada tembakau), menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah terserang penyakit (karena penyalahgunaan ganja menekan produksi leukosit), serta menurunnya kadar hormon pertumbuhan baik hormon tiroksin (hormon kelenjar gondok) dan maupun hormon kelamin pada laki - laki dan perempuan. Selain itu, gangguan fisik yang ditimbulkan juga menyebabkan pengurangan produksi sperma pada laki - laki dan gangguan menstruasi dan aborsi pada perempuan. Sedangkan, gangguan psikis akibat penyalahgunaan ganja secara teratur dan berkepanjangan menyebabkan : menurunnya kemampuan berpikir, membaca, berbicara, berhitung, dan bergaul, terganggunya fungsi psikomotor (gerakan tubuh menjadi lamban), kecenderungan menghindari kesulitan dan menganggap ringan masalah, tidak memikirkan masa depan, dan terjadinya syndrom amotivasional (tidak memiliki semangat juang). Bisa kita bayangkan, betapa mengerikannya bahaya yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan ganja, bahkan untuk menghentikan seseorang yang sudah terbiasa mengkonsumsi ganja juga tidak mudah. Hal ini mengingat dampak yang diakibatkan dari penghentian penyalahgunaan ganja juga tidak kalah berbahayanya, yaitu munculnya gejala putus zat (”withdrawal syndrome”) seperti insomnia (kesulitan tidur), mual, mialgia, cemas, gelisah, mudah tersinggung, demam, berkeringat, nafsu makan menurun, fotofobia (takut akan cahaya), depresi (bisa berakibat si korban nekad melakukan aksi bunuh diri), bingung, menguap, diare, kehilangan berat badan (sebagai akibat dari menurunnya nafsu makan), dan tremor (badan selalu gemetar). Untuk merawat dan memulihkan korban penyalahguna ganja, dibutuhkan perawatan terapi dan rehabilitasi secara terpadu yang sekarang banyak diselenggarakan oleh berbagai LSM dan Instansi Pemerintah yang “concern” terhadap permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. Kini, kita sudah melihat semua tentang bahaya dan dampak dari penyalahgunaan ganja sebagaimana terurai di atas. Tugas kita semua selanjutnya adalah mencegah jangan sampai ada anggota keluarga, teman, sahabat, handai taulan, atau orang - orang di sekeliling kita yang terkena jerat penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba, khususnya ganja. 

Sabtu, 17 Maret 2012

Konstitusionalitas Mengenai Kekuasaan Negara dalam Kegiatan Penanaman Modal (Analisis Putusan MK No. 21-22/PUU-V/2007)

Rangkaian kegiatan ekonomi yang terjadi di dalam masyarakat
diatur dan dipengaruhi oleh berbagai ketentuan hukum agar
terjadi keserasian, keadilan, dan hal-hal lain yang tidak diinginkan,
termasuk ingkar janji. Peran hukum sangat penting dalam kegiatan
ekonomi yang berkelanjutan dan berdimensi sangat luas. Peran
hukum tersebut dimulai sejak ada kata sepakat dari para pihak
apabila ingin bertransaksi, atau pada saat mempunyai keinginan
untuk mendirikan perusahaan, atau akan mulai berusaha dan
seterusnya. Perjalanan barang dan atau jasa dari produsen sampai
pada saat dinikmati peraturan baik yang bersifat privat atau
publik.Agar hukum mampu memainkan peranannya untuk
memberikan kepastian hukum pada pelaku ekonomi maka
pemerintah bertanggung jawab menjadikan hukum berwibawa
dengan jalan merespon dan menindaklanjuti pendapat dan keinginan
pakar-pakar ekonomi. Sehingga kedepan diharapkan hukum mampu
memainkan peranannya sebagai faktor pemandu, pembimbing, dan
menciptakan iklim kondusif pada bidang ekonomi.Contoh peraturan perundang-undangan yang mencerminkan
keterkaitan antara hukum dan ekonomi dapat dilihat dalam praktik.
Di antaranya, adalah UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal, UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU No.
8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, UU No. 7 Tahun 1992 junto
No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, UU No. 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah, UU No. 5 Tahun 1999 tentang Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU No. 19 Tahun
2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, dan banyak lagi UU
lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Apabila diteliti
pada bagian konsideran dari masing-masing UU dimaksud sangat
jelas memperlihatkan bahwa tujuan pengaturan yang dilakukan melalui UU tersebut adalah dalam rangka mencapai kesejahteraan
masyarakat, yakni masyarakat adil dan makmur bagi seluruh
tumpah darah Indonesia. Hal ini tidak dapat dipisahkan dari bentuk
negara kesejahteraan (welfare state) yang terlah menjadi pilihan para
pendiri Republik Indonesia sejak dicanangkannya kemerdekaan
Indonesia puluhan tahun yang lalu. Sampai sekarang, sudah banyak undang-undang yang dibuat
yang isinya mengatur soal-soal perekonomian, tetapi sebagian
terbesar tidak mencerminkan usaha yang kuat untuk menjabarkan
ketentuan dalam Pasal 33 UUD 1945 dalam rumusan norma
operasional dalam undang-undang. Kalau ada, maka ketentuan
yang diatur dalam berbagai undang-undang itu hanya merujuk
secara formal kepada Pasal 33, tetapi jiwanya tetap saja tidak
menggunakan paradigma pemikiran yang terkandung di dalam
Pasal 33 itu. Dalam menafsirkan Pasal 33 itu pun selalu diusahakan
untuk memaksakan jalan pikiran yang justru bertentangan dari
jiwa pasal itu sendiri. Misalnya terkait permohonan uji materiil UU No. 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal (UU Penanaman Modal) dalam
Perkara No. 21-22/PUU-V/2007, adapun yang menjadi pemohon
adalah sekelompok orang yang mempunyai kepentingan sama,
terdiri dari Pemohon I dan Pemohon II (penggabungan perkara), sebagaimana dijelaskan dibawah ini:
1. Pemohon I (Permohonan Perkara No. 21/PUU-V/2007) yaitu
Diah Astuti dkk, yang dikuasakan kepada Johson Panjaitan
dkk.
2. Pemohon II (Permohonan Perkara No. 22/PUU-V/2007) yaitu
Daipin dkk, yang dikuasakan kepada A. Patra M. Zen dkk.
Mahkamah Konstitusi mengkualifikasikan para Pemohon
(Pemohon I dan Pemohon II) memenuhi syarat sebagaimana
dimaksud Pasal 51 ayat (1) huruf a UU MK yaitu sebagai perorangan
atau orang yang memiliki kepentingan yang sama serta mempunyai
kedudukan hukum (legal standing) untuk memohon pengujian UU
Penanaman Modal terhadap UUD 1945.
Pemohon setidaknya memberikan dua pandangan, bahwa
melalui UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
(UU Penanaman Modal), beragam kemewahan disediakan demi
mengundang investasi. Pertama, Undang-Undang Penanaman
Modal menyebutkan bahwa Hak Guna Usaha (HGU) dapat
diberikan dengan cara diperpanjang di muka sekaligus selama
60 tahun, dan dapat diperbarui selama 35 tahun. Sehingga, jika
dijumlah dapat mencapai 95 tahun sekaligus. Hak Guna Bangunan
dapat diberikan untuk jangka waktu 80 tahun dengan cara dapat
diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 tahun,
dan dapat diperbarui selama 30 tahun. Hak Pakai dapat diberikan
untuk jangka waktu 70 tahun dengan cara dapat diberikan dan
diperpanjang di muka sekaligus selama 45 tahun, dan dapat
diperbarui selama 25 tahun.
Jangka waktu yang sangat lama akan mengakibatkan masyarakat
terjauhkan dari peluang untuk mengakses tanah guna pertanian
atas tanah negara, sementara pertumbuhan dan tingkat populasi
masyarakat terus bertambah. Di sisi lain, pemerintah seharusnya dapat belajar dari sejarah maraknya konflik, baik bersifat laten
maupun terbuka sebagai akibat dari sengketa agraria. Secara
kuantitatif, masyarakat Indonesia mayoritas merupakan petani.
Namun, mayoritas mereka tidak mempunyai lahan, sehingga banyak
petani bergantung sebagai buruh tani dan perkebunan.
Kedua, Undang-Undang Penanaman Modal memungkinkan
investor baik dari dalam negeri maupun luar negeri secara legal
melakukan capital flight. Peralihan aset ke luar jelas akan berdampak
kerugian bagi bangsa Indonesia, khususnya para tenaga kerja yang
sebelumnya berada di bawah perusahaan yang beralih. Pemutusan
Hubungan Kerja massal pasti akan semakin marak dan akan
mempengaruhi nilai rupiah. Selain itu, UU Penanaman Modal juga
akan mempersempit peluang kesempatan pekerja dalam negeri.
Sebab, melalui kebijakan UU Penanaman Modal, liberalisasi tenaga
kerja asing dibuka lebar. Ketiga, UU Penanaman Modal memberi
kemudahan pelbagai bentuk pajak.
Dalam pengajuan permohonan uji materiil UU Penanaman
Modal dalam Perkara No. 21-22/PUU-V/2007, pemohon mengajukan
alasan-alasan sebagaimana dibawah ini:

1. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf d UU Penanaman Modal
bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945.
2. Pasal 12 ayat (4) UU Penanaman Modal bertentangan dengan
Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945.
3. Pasal 22 ayat (1) huruf a, b dan c UU Penanaman Modal
bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945.
4. Pasal 22 ayat (1) huruf a, b dan c UU Penanaman Modal juga
bertentangan dengan Pasal 28C ayat (1) UUD 1945.
5. Pasal 8 ayat (1) UU Penanaman Modal bertentangan dengan
Pasal 27 ayat (2) UUD 1945.
Akhirnya pemohon memberikan kesimpulan, berdasarkan
seluruh uraian di atas, maka Penjelasan Pasal 3 Ayat (1) huruf d, Pasal 4 Ayat (2) huruf a, Pasal 8 Ayat (1), Pasal 12 Ayat (4), dan Pasal
22 Ayat (1) huruf a, b, dan c UU Penanaman Modal bertentangan
dengan Pasal 33 Ayat (2) dan (3), Pasal 27 Ayat (2), Pasal 28A dan
Pasal 28C UUD 1945.
Sehingga dengan demikian Penjelasan Pasal 3 Ayat (1) huruf d,
Pasal 4 Ayat (2) huruf a, Pasal 8 Ayat (1), Pasal 12 Ayat (4), dan Pasal
22 Ayat (1) huruf a, b, c UU Penanaman Modal “Tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat”. Akhirnya Mahkamah Konstitusi dalam
sidang pleno Rapat Permusyawaratan Hakim tanggal 25 Maret 2008
mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian dan ditolak
untuk selebihnya.

jiwa dan pengetahuan

Hanya dengan pengetahuan jiwa manusai di uji..

jika pengetahuan berlimpah, jiwa menjadi agung dan abadi..

jiwa kita menggulungi jiwa makhluk lain diluar manusia..

semakin berilmu semakin jiwa dapat dikenal..

meski jiwa malaikat dikatakan lebih luhur dan mulia..

sebab mereka serba sempurna dan tidak memiliki perasaan..

jiwa pemilik kesadaran dan nurani lebih unggul dari jiwa malaikat..

karena itu, tinggalkan perbuatan hina, carilah pengetahuan..

sebab hanya dengan itu, kau dapatt mengungguli malaikat...

karena memiliki pengetahuan nama-nama adam dihormati dan disanjung oleh para malaikat..

Jiwanya ditinggikan oleh Tuhan sebab berpengetahuan..

Betapa Tuhan Yang Maha Esa tahu akan berkata..

"Yang Lebih Mulia Harus Menyembah Yang Lebih Rendah!?"

Tidakkah keadilan Tuhan dan kasih sayang-Nya Membenci duri tak berharga disanjung oleh sekuntum mawar?

Lantas apakah Jiwa itu sesungguhnya ?

Kesadaran akan baik dan buruk...!!

Zat yang tidak mnyukai kerusakan dan sangat menginginkan kebaikan.....

(Lagu Seruling Rumi)

Selasa, 13 Maret 2012

Mempertahankan Konstitusionalisme Pancasila

Beberapa orang tokoh pendiri bangsa (founding peoples) dikenal memiliki andil yang signifikan dalam sejarah pembentukan konstitusi Indonesia. Di antaranya adalah Ir. Soekarno, Drs. Mohamad Hatta, Mr. Soepomo, dan Mr. Muhammad Yamin. Dengan latar belakang, dan analisis pemikiran yang berbeda, masing-masing tokoh tersebut memberikan konstribusi luar biasa dalam membidani lahirnya UUD 1945. Perbedaan kiblat konstitusionalisme yang mereka anut, bertemu pada satu titik yang melahirkan sebuah magnum opus, sebagai pondasi bangunan kenegaraan Indonesia. Dari sekian tokoh, Muhammad Yamin adalah salah satu tokoh yang dianggappaling kontroversial, selama berlangsungnya proses penyusunan UUD 1945.
Muh. Yamin dilahirkan di Sawahlunto, Sumatera Barat, pada 23 Agustus 1903. Ijazah Meester in de Rechten diperolehnya pada 1932, setelah menyelesaikan pendidikan Rechthogeschool di Jakarta. Yamin turut serta dalam menumbuhkan semangat kebangsaan dan nasionalisme Indonesia. Pada Kongres Pemuda II tahun 1928, Yamin mendesak supaya bahasa Indonesia dijadikan asas untuk sebuah bahasa kebangsaan. Setelah menyelesaikan diploma hukumnya, Yamin berprofesi sebagai advokat dan procureur. Pernah juga menjadi anggota Dewan Rakyat Hindia Belanda. Semenjak 28 Mei 1945, Yamin terlibat sebagai anggota, dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam periode kemerdekaan Indonesia, Yamin pernah menduduki jabatan sebagai Menteri Kehakiman pada masa 1951–1952. Tahun 1953-1954 menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Selain sebagai seorang ahli hukum dan aktivis politik, Yamin juga dikenal sebagai seorang sastrawan nasional. Beberapa karya sastranya antara lain Tanah Air, 1922; Indonesia Tumpah Darahku, 1928; Ken Arok dan Ken Dedes, 1934; Sedjarah Peperangan Dipanegara, 1945; dan Gadjah Mada, 1948. Ia juga banyak menerjemahkan karya-karya William Shakespeare dan Rabindranath Tagore. Kedalaman Yamin dalam bergulat di dunia susastra banyak berpengaruh terhadap lontaran-lontaran pemikiran yang dikemukakannya selama proses persidangan BPUPKI berlangsung. Dia banyak mengkaji kitab-kitab kuno karangan empu-empu Majapahit, yang kemudian dijadikannya sebagai referensi dalam membangun kerangka kenegaraan Indonesia modern. Kendati lontaran pemikiran tersebut selanjutnya ditolak oleh Soepomo.
Diluar karya-karya kesusasteraan, Yamin juga produktif menghasilkan tulisan yang mengisahkan pembangunan konstitusi UUD 1945. Tulisan-tulisan Yamin seputar konstitusionalisme Indonesia, menjadi satu rujukan utama dalam kajian teoritik konstitusionalisme di Indonesia. Artinya selain berkontribusi dalam membentuk bangunan kenegaraan Indonesia, Yamin berperan pula dalam mendukung perkembangan pemikiran keilmuan terkait dengan konstitusi dan kenegaraan. Bahkan catatan stenografisYamin, yang diterbitkan Yayasan Prapantja pada 1959, dengan judul “Naskah Persiapan UUD 1945”, menjadi sumber utama dalam penyusunan risalah pembentukan UUD 1945 pra-amandemen. Walaupun banyak kritik dilontarkan atas kesahihan naskah Yamin, karena adanya perbedaan dengan beberapa naskah yang lain, namun melihat kelengkapan tulisan Yamin, patut kiranya naskah tersebut masih ditempatkan sebagai sumber rujukan utama.
Muhammad Yamin dikenal pula sebagai salah seorang yang mencetuskan ideologi kebangsaan Pancasila. Lima elemen dasar yang membentuk Pancasila dalam uraian Yamin terdiri dari: (1) Peri Kebangsaan; (2) Peri Kemanusiaan; (3) Peri ke-Tuhanan; (4) Peri Kerakyatan, dan (5) Kesejahteraan Rakyat. Konsepsi ini dikemukakan Yamin pada sidang pertama BPUPKI, 29 Mei 1945. Dalam paparannya, Yamin banyak merujuk Kitab Negara Kertagama, karangan Empu Prapanca, yang menerangkan tentang konsepsi negara Majapahit. Dikarenakan literatur Yamin dianggap terlalu jauh melongok ke belakang, padahal yang sedang dibangun ialah sebuah negara Indonesia modern, lontaran-lontaran pemikiran Yamin jamak mendapat tentangan dari peserta sidang yang lain.
Pancasila selanjutnya menjadi pijakan Yamin dalam mengembangkan paham konstitusionalisme Indonesia, sebagai sebuah instrumen penting guna mencapai cita-cita proklamasi. Tulisan Yamin yang mengungkap paham konstitusionalisme Indonesia dalam pemikiran Yamin adalah bukunya Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia. Diterbitkan pada 1951 oleh Penerbit Djambatan. Meskipun bila dilihat dari strukturnya, sesungguhnya Yamin ingin menguraikan secara spesifik Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, tetapi melalui buku inilah dapat ditemukan gagasan konstitusionalisme Yamin.

Sabtu, 10 Maret 2012

Makna Pasal 28 UUD 1945 terhadap Kebebasan Berserikat dalam Konteks Hubungan Industrial

Kemerdekaan berserikat, bukan hanya hak salah satu kelompok
tetapi sudah merupakan naluri manusia sebagai makhluk sosial
yang secara alamiah tidak dapat hidup sendiri dan berdiri sendiri,
tetapi hidup dalam kelompok kelompok masyarakat tertentu.
Dalam konteks kebebasan berserikat bagi para pekerja/buruh
secara yuridis dijamin oleh konstitusi melalui Pasal 28 UUD 1945.
Hanya saja melalui peraturan organiknya, yaitu UU No. 21 tahun
2001 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, menurut hemat penulis
terlalu bertumpu pada substansi kebebasan berserikatnya dalam
membentuk organisasi pekerja/buruh, sehingga ada kecenderungan
keluar dari ruh maksud dan tujuan pembentukan serikat pekerja/
serikat buruh yang mengedepankan pada terciptanya perlindungan
kepentingan pekerja/buruh, dan bermuara pada kesejahteraan
pekerja/buruh.

Pada tataran hubungan industrial yang menekankan pada
aspek pengamalan Pancasila dan UUD 1945, secara konkret
didorong untuk terciptanya hubungan industrial yang berjalan
dalam keseimbangan antara pekerja/buruh dengan perusahaan.
Semangat dan implementasi hubungan industrial secara nyata harus
tercermin dalam hubungan yang harmonis antara pekerja/buruh
dengan perusahaan, dalam bentuk hubungan kemitraan yang saling
melengkapi dan menguntungkan, yaitu tercipta dan terlindunginya
kepentingan pekerja/buruh dan dihasilkan produk dan/atau jasa
yang berkualitas dan berdaya saing tinggi, sebagai persembahan
pekerja kepada perusahaan dalam bentuk produktivitas kerja yang
optimal.

Jurnal Konstitusi, Volume 8, Nomor 6, Desember 2011 ISSN 1829-7706

Rabu, 07 Maret 2012

goresan sebelum usai

rangkaian kata-kata telah ku berikan semua hanya tuk mu...

petikan gitar yang berdenting telah berlalu

alunan merdu suara ku telah usai..

asap yang ku hisap pun telah terbang dan hilang, entah kemana...

fikir ku telah usai....

aku tak tahu apa yang harus ku goreskan dalam kertas putih ini...

bingung....
lelah...
rapuh..

namun, kutahu, ku masih mempunyai satu harta yang masih terpendam dan takkan pernah habis....

aku cinta kau,,,

ayah,,,

ibu....

terimakasih...

Total Tayangan Halaman